pembentukan peraturan per-uu-an

BAB I
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Didalam kaitannya dengan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah sama halnya dengan pembentukan hukum. Tradisi yang ada adalah pembentukan hukum Anglo sakson (Command Law) dan pembentukan hukum Eropa Kontinental ( Civil Law ). Di Indonesia sistem yang digunakan adalah sistem Eropa Kontinental dimana dalam pengaplikasiannya dituangkan didalam UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Didalam Undang-undang tersebut disebutkan Hirarki Perundang-undangan Negara Indonesia, seperti yang disebutkan didalam pasal 7 ayat 1 UU No.10 tahun 2004 :
1. UUD 1945
2. UU/ Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
• Perda provinsi
• Perda Kab/Kota
• Perdes
Didalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut pada dasarnya merupakan hak dari pada lembaga legislatif tetapi di Negara Indonesia lembaga Eksekutif juga dapat membuat peraturan perundang-undangan misalnya peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Kedua peraturan tersebut adalah hak dari lembaga eksekutif untuk membuatnya.
Didalam buku tersebut disebutkan di dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan didalam konsedp pemisahan kekuasaan mutlak dilakukan lembaga legislative sedangkan lembaga lain tidak memiliki hak. Sedangkan didalam konsep pembagian kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan dilaksanakan dengan baik oleh lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif. Tetapi penulis memiliki pendapat yang berbeda diantara konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan seharusnya juga akademis juga memiliki hak yang disebut dengan hak akademis hal tersebut bertujuan agar produk peraturan perundang-undangan yang dibuat lebih responsive dan partisipatif. Karena didalam naskah akademis sendiri adalah gagasan awal yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan peraturan perundang-undangan bidang tertentu. Didalam pembentukan naskah akademis harus memiliki materi hukum yang memiliki sifat holistic dan futuristic dari berbagai aspek disiplin ilmu dengan referensi yang memuat urgensi, konsepsi, landasan, dan alas hukum, prinsip-prinsip hukum yang digunakan serta norma-norma yang dituankan didalam pasal-pasal denagn mengajukan beberapa alternatif, yang disajikan dalam bentuk uraian dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum dan sesuai dengan politik hokum, sosiologi hukum yang telah digariskan.
Hal tersebutlah yang menjadi beberapa catatan kami tentang Bab I didalam buku tersebut.

BAB II
LANDASAN DAN ASAS-ASAS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Didalam landasan pembentukan peraturan perundang-undangan memiliki 3 (tiga) aspek. Pertama, Aspek yuridis maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat, kedua, aspek sosiologis yang dimaksud agar produk hukum yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat misalnya adat istiadat. Ketiga, aspek filosofis maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hirarki ditengah-tengah masyarakat misalnya agama.
Menurut pendapat penulis aspek tersebut dapat di tambah dengan aspek historis. Pada aspek historis ini dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan benar-benar menjadi kebutuhan dimasyarakat yang di ilhami dari sejarah yang hidup didalam masyarakat. Karena kecenderungan produk perundang-undangan yang dibuat sekarang selalu dilakukan revisi dalam tempo yang relatif singkat. Apabila hal tersebut sering terjadi penulis beranggapan hokum kita seolah-olah hanya sebuah permainan dan tidak memiliki kepastian hukum.
Sedangkan didalam asas peraturan perundang-undangan yang harus ada adalah asas keadilan. Kerana penulis beranggapan asa tersebut sangatlah fundamental yang harus ada didalam setiap pembentukan peraturan pembentukan peraturan perundang-undangan karena didalam keadilan sendiri memuat makna legalitas. Pengrtian keadilan dalam arti ini adalah berarti sesuai dengan dan diharuskan, apakah tata hukum positif, apakah tata hukum kapitalistik ataupu tata hukum demokratik atau otokratik Keadilan berarti pemeliharaan dalam hukum positif melalui penerapannya yang benar-benar sesuai dengan jiwa dari tata hukum positif tersebut.

BAB III
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Terkait dengan Bab III ini yang perlu dipermasalahkan adalah produk peraturan perundang-undangan yang di keluarkan setiap lembaga negara. Ambil contohnya adalah Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Posisis DPD menurut Jimly Assidiqie adalah sebagai lembaga tinggi negara dimana kedudukannya sejajar dengan lembaga negara lain seperti DPR, maupun MPR. Tetapi mengapa DPD tidak diberikan ruang untuk membuat suatu produik hukum seperti halnya lembaga negara lain. Baik itu berupa kebijakan maupun keputusan. Praktis fungsi DPD tidak pernah dilibatkan didalam pembentukan produk di Indonesia.
Praktis didalam buku tersebuit tidak disinggung masalah tersebut walaupun memang secara Hirarki perundang undangan telah diatur sebagaimana tertulis didalam pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Mungkin beberapa catatan itu yang dapat disampaikan oleh penulis mudah-mudahan bermanfaat bagi semua. Terkait keseluruhan dari isi buku penulis berpikir sudah sangat baik dan sesuai dengan penulisan karya tulis yang lain.

Posting Komentar